Medan, berita1.info-
Masa remaja adalah tahap penting dalam kehidupan, di mana
individu mengalami perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan.
Namun, tekanan dari lingkungan dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan
mental. Menurut WHO, 1 dari 7 anak berusia 10–19 tahun mengalami masalah
kesehatan mental, dengan depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku sebagai
penyebab utama. Di Indonesia, survei I-NAMHS (2022) mencatat bahwa 34,8% remaja
mengalami masalah kesehatan mental. Sayangnya, stigma masih menghambat banyak
remaja untuk mencari bantuan.
Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Mental Remaja
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan
mental remaja antara lain:
- Tekanan Sosial dan Media
Ekspektasi tinggi dan perbandingan sosial di media dapat
menurunkan rasa percaya diri remaja. Paparan standar kecantikan atau kesuksesan
yang tidak realistis meningkatkan risiko kecemasan dan depresi.
- Lingkungan Keluarga
Pola asuh yang terlalu protektif atau kurang perhatian dapat
meningkatkan risiko gangguan mental. Konflik keluarga yang tidak terselesaikan
dapat memicu stres dan kecemasan pada remaja. Selain itu, ketidakhadiran figur
orang tua dalam mendukung emosional remaja juga dapat menjadi faktor yang
memperburuk kondisi mental remaja.
- Bullying dan
Kekerasan
Perundungan, baik langsung maupun daring (cyberbullying), dapat menyebabkan trauma emosional jangka
panjang, seperti rendahnya rasa percaya diri dan kecemasan sosial.
- Kesehatan Fisik dan Gaya Hidup
Kurang tidur, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas
fisik dapat berdampak pada kesehatan mental. Konsumsi makanan yang tinggi gula
dan lemak jenuh telah dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi. Kurangnya paparan
sinar matahari dan aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi produksi hormon yang
berperan dalam menjaga suasana hati.
- Tekanan Akademik
Beban tugas sekolah yang berat serta tuntutan untuk berprestasi
sering kali menyebabkan stres yang berlebihan, bahkan berujung pada burnout di
kalangan remaja. Kurangnya strategi mengelola waktu dan tekanan akademik yang
ekstrem dapat berdampak pada kesehatan mental mereka.
Tanda-Tanda Gangguan Kesehatan Mental pada
Remaja
Gangguan kesehatan mental sering kali sulit dikenali karena
dianggap sebagai bagian dari perubahan pubertas. Beberapa tanda yang perlu
diwaspadai meliputi:
- Kesulitan mengendalikan emosi,
sering marah atau merasa sedih berlebihan.
- Perubahan perilaku drastis,
seperti menarik diri dari lingkungan sosial.
- Penurunan prestasi akademik yang
tidak biasa.
- Gangguan pola makan dan tidur,
seperti insomnia atau makan berlebihan.
- Menunjukkan perilaku berisiko
tinggi, seperti penyalahgunaan zat terlarang.
- Munculnya keinginan untuk
menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
- Kehilangan minat terhadap
aktivitas yang sebelumnya disukai.
- Rasa lelah berlebihan tanpa sebab yang jelas.
Jenis Gangguan Mental yang Umum pada
Remaja
Beberapa jenis gangguan mental yang sering dialami remaja
meliputi:
- Gangguan Makan
Eating disorders, seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge-eating disorder, sering muncul pada masa remaja atau awal dewasa.
Anoreksia dan bulimia biasanya dipicu oleh ketakutan akan kenaikan berat badan,
sehingga membuat remaja sangat memperhatikan bentuk tubuhnya, meskipun berat
badan mereka sebenarnya sudah tergolong rendah. Sementara itu, binge-eating disorder ditandai dengan konsumsi makanan berlebihan yang
sulit dikendalikan, umumnya sebagai respons terhadap stres.
- Gangguan Perilaku
Gangguan perilaku lebih sering terjadi pada remaja yang lebih
muda. Beberapa kondisi yang termasuk dalam kategori ini adalah Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD), Conduct Disorder (CD), dan Oppositional Defiant Disorder (ODD). ADHD ditandai dengan kesulitan
dalam berkonsentrasi, hiperaktif, serta perilaku impulsif tanpa
mempertimbangkan dampaknya. Sementara itu, Conduct
Disorder melibatkan
tindakan agresif atau perilaku yang melanggar norma sosial, sedangkan ODD
ditandai dengan sikap membangkang dan menentang otoritas. Gangguan ini dapat
menghambat perkembangan akademik dan meningkatkan risiko keterlibatan dalam
tindakan kriminal.
- Gangguan Psikosis
Gangguan psikosis umumnya muncul pada akhir masa remaja atau
awal dewasa. Kondisi ini ditandai dengan halusinasi (melihat, mendengar, atau
merasakan sesuatu yang tidak nyata) serta delusi (meyakini sesuatu yang tidak
sesuai dengan realitas). Gangguan ini dapat mengganggu fungsi sosial dan
akademik, serta sering kali menimbulkan stigma di masyarakat. Skizofrenia,
salah satu bentuk gangguan psikosis yang lebih serius, ditemukan pada sekitar
0,1% remaja usia 15–19 tahun.
- Gangguan Emosi
Gangguan emosional merupakan salah satu gangguan mental yang
paling sering dialami remaja, termasuk gangguan kecemasan, depresi, dan fobia
spesifik. Gangguan kecemasan, seperti serangan panik atau kekhawatiran
berlebihan, lebih sering terjadi pada remaja yang lebih tua. Sementara itu,
depresi dialami oleh sekitar 1,4% remaja usia 10–14 tahun dan 3,5% remaja usia
15–19 tahun. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gangguan dalam kehidupan
sosial dan akademik, serta meningkatkan risiko isolasi sosial dan keinginan
untuk bunuh diri.
- Perilaku Berisiko Tinggi
Remaja dengan gangguan mental cenderung melakukan perilaku
berisiko tinggi sebagai cara menghadapi tekanan emosional. Beberapa perilaku
tersebut meliputi penyalahgunaan narkoba, konsumsi alkohol, seks bebas, serta
keterlibatan dalam tindakan kekerasan. WHO mencatat bahwa pada tahun 2019, 22%
remaja berusia 15–19 tahun pernah mengonsumsi alkohol. Selain itu, tingkat
penggunaan tembakau dan ganja di kalangan remaja juga semakin meningkat, bahkan
prevalensi konsumsi ganja pada remaja (5,5%) lebih tinggi dibandingkan pada
orang dewasa (4,4%).
- Menyakiti Diri Sendiri dan Bunuh
Diri
Tekanan emosional akibat perubahan fisik, sosial, perundungan (bullying), kekerasan seksual, serta pengaruh media
sosial dapat mendorong remaja melakukan tindakan menyakiti diri sendiri (self-harm) atau bahkan bunuh diri. Bunuh diri menjadi
penyebab kematian ketiga tertinggi pada kelompok usia 15–29 tahun. Faktor
risiko yang berkontribusi terhadap tingginya angka bunuh diri meliputi
penyalahgunaan alkohol, trauma masa kecil, stigma terhadap gangguan mental,
serta keterbatasan akses ke layanan kesehatan. Media digital juga memiliki
peran yang signifikan dalam memperkuat atau mencegah kecenderungan bunuh diri,
tergantung bagaimana media tersebut digunakan.
Selain itu, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), remaja
sering mengalami stres akibat perubahan dalam dirinya, baik secara fisik maupun
sosial. Tuntutan untuk mencapai perkembangan sesuai usia, tantangan masa
pubertas, serta perubahan dalam peran sosial mereka juga dapat menjadi faktor
yang menyebabkan tekanan emosional. Oleh karena itu, dukungan dari lingkungan
keluarga dan sekolah sangat penting untuk membantu remaja menghadapi berbagai
tantangan dalam fase ini.
Upaya Pencegahan dan Solusi
Untuk mengatasi masalah kesehatan mental pada remaja, diperlukan
peran aktif berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah. Berikut
beberapa langkah yang dapat dilakukan:
- Menciptakan Lingkungan yang
Mendukung
Lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang dapat mengurangi
risiko gangguan mental. Orang tua dan guru harus memberikan dukungan emosional
yang cukup.
- Edukasi dan Kesadaran
Memberikan pemahaman kepada remaja mengenai kesehatan mental dan
pentingnya mencari bantuan profesional.
- Akses ke Layanan Kesehatan Mental
Mempermudah akses ke psikolog atau konselor bagi remaja yang
membutuhkan. Sekolah dan komunitas dapat menyediakan layanan konseling secara
gratis.
- Mendorong Gaya Hidup Sehat
Mengajarkan pentingnya tidur yang cukup, olahraga, dan pola
makan seimbang sebagai bagian dari kesejahteraan mental.
- Mengurangi Stigma
Membangun kesadaran bahwa kesehatan mental sama pentingnya
dengan kesehatan fisik. Kampanye publik dan edukasi di sekolah dapat membantu
menghilangkan stigma terkait gangguan mental.
- Pelibatan Teknologi
Penggunaan aplikasi kesehatan mental dan media sosial yang
positif dapat membantu remaja mengelola stres serta mendapatkan informasi yang
akurat.
- Pelatihan Keterampilan Mengatasi
Stres
Mengajarkan remaja teknik relaksasi, mindfulness, dan strategi
manajemen emosi dapat membantu mereka menghadapi tekanan hidup dengan lebih
baik.
Kesehatan mental remaja merupakan isu yang membutuhkan perhatian
khusus. Dengan dukungan yang tepat dari keluarga, sekolah, dan masyarakat,
remaja dapat memiliki kondisi mental yang lebih baik dan berkembang secara
optimal. Meningkatkan kesadaran serta memberikan akses ke layanan kesehatan
mental adalah langkah penting dalam menciptakan generasi muda yang sehat secara
fisik dan mental. Remaja juga perlu diberikan ruang untuk mengekspresikan diri,
mencari dukungan sosial, dan belajar cara menghadapi tekanan hidup dengan lebih
baik.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala
gangguan kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari pertolongan dari
profesional. Konsultasi dengan psikolog atau psikiater dapat membantu menemukan
solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental. Ingat, meminta
bantuan bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah berani menuju pemulihan dan
kesejahteraan yang lebih baik.