Manggarai ,Berita1.Info— Proses hukum dalam kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan tersangka S (31), warga Desa Salama, Kecamatan Reok, kembali menjadi sorotan publik. Di tengah tekanan masyarakat agar kasus ini segera disidangkan, Kejaksaan Negeri Manggarai menyatakan bahwa berkas perkara yang diserahkan penyidik Polsek Reo masih belum lengkap secara materiil.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan kekurangan materiil dalam konteks hukum pidana?
Kepala Subseksi Intelijen dan Datun Kejari Manggarai, Julian Tommi Anugerah, menjelaskan bahwa terdapat sejumlah poin substansial yang harus diperbaiki oleh penyidik agar perkara dugaan pencabulan ini memiliki kekuatan pembuktian yang memadai di pengadilan. Dengan kata lain, yang belum lengkap bukan sekadar kelengkapan administratif, tetapi unsur penting seperti alat bukti, keterangan saksi, hingga pemenuhan unsur tindak pidana.
Dalam perkara dugaan pencabulan terhadap anak, pembuktian tidak bisa hanya bertumpu pada pengakuan korban. Diperlukan bukti medis seperti visum, kesaksian tambahan, serta kronologi peristiwa yang menggambarkan adanya unsur kekerasan atau tipu daya terutama mengingat korban masih berusia di bawah umur.
Yang menjadi sorotan, muncul perbedaan pandangan antara pihak Kejaksaan dan penyidik kepolisian. Kapolsek Reo menyebut bahwa kekurangan dalam berkas hanya bersifat minor dan dapat segera dilengkapi. Namun dari perspektif jaksa, kekurangan tersebut bersifat substantif dan dapat berakibat fatal bila tidak dituntaskan berpotensi melemahkan posisi hukum perkara ini di pengadilan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan penting: sejauh mana koordinasi antara penyidik dan jaksa peneliti telah berjalan optimal? Apalagi kasus ini menyangkut anak sebagai korban, yang secara hukum berhak atas perlindungan maksimal serta proses hukum yang cepat dan berkeadilan.
Tak hanya itu, publik juga menyoroti peran seorang perantara berinisial A, yang hingga kini hanya dikenai wajib lapor tanpa kejelasan status hukum. Padahal, peran A dalam mempertemukan korban dengan pelaku bisa saja mengarah pada dugaan turut serta atau membantu tindak pidana, tergantung hasil penyelidikan lanjutan.
Jika kekurangan materiil ini tidak segera diselesaikan, ada sejumlah risiko serius yang mengintai:
-
Perkara bisa dihentikan karena dianggap tidak cukup bukti.
-
Terduga pelaku dapat lolos dari jerat hukum.
-
Kepercayaan korban dan masyarakat terhadap sistem peradilan dapat terkikis.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak memandang kasus ini sebagai perkara biasa. Korban adalah anak, dan kejahatan seksual merupakan bentuk kekerasan yang merusak masa depan generasi. Koordinasi antara penyidik dan jaksa harus diperkuat. Berkas perkara pun harus disusun secara komprehensif agar proses hukum berjalan efektif hingga pengadilan menjatuhkan putusan yang adil.
Penulis: Piter Bota