Ruteng, 15 Juli 2025 — Dentuman gong menggema dari Mbaru Gendang Ka, rumah adat khas Manggarai, menggugah semangat warga Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai. Pada Rabu pagi yang cerah itu, 101 wajib pajak berkumpul dengan antusias. Pukulan gong oleh Ketua RT 16, Bapak Nikolaus Kabus, menjadi isyarat budaya sekaligus panggilan moral untuk menunaikan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025.
Kegiatan ini bukan sekadar agenda administratif. Ia adalah perwujudan dari sinergi budaya dan negara sebuah inovasi sosial yang digagas oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Manggarai bersama pemerintah Kelurahan Wali. Mengambil tempat di pusat kehidupan adat, kegiatan ini menggambarkan bagaimana nilai tradisi bisa menyatu harmonis dengan semangat pembangunan modern.
Kepala Bapenda Kabupaten Manggarai, Kanis Nasak, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi mendalam kepada seluruh unsur yang terlibat.
“Ini bukan hanya soal pajak. Ini tentang kebersamaan, tentang kesadaran kolektif sebagai warga yang mencintai tanah kelahirannya. Ketika tokoh adat, ketua RT, dan seluruh elemen masyarakat bergerak bersama, itulah makna pembangunan yang sejati,” ungkapnya penuh haru.
Lebih lanjut, Kanis menekankan bahwa pajak merupakan urat nadi pembangunan daerah. Setiap rupiah yang dibayarkan warga akan kembali dalam bentuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan bersama.
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kita tingkatkan hari ini akan menjadi fondasi masa depan Manggarai. Karena itu, semangat gotong royong ini perlu terus dijaga dan diwariskan,” tambahnya.
Genda Ka: Budaya yang Menghidupkan Pajak
Simbol kuat dari kegiatan ini adalah “genda ka” ajakan adat dalam bentuk pukulan gong yang sarat makna. Di tanah Manggarai, gong tidak sekadar alat musik. Ia adalah bahasa pemanggil roh solidaritas, pengingat akan tanggung jawab sosial, dan penggerak partisipasi kolektif.
Dengan pendekatan berbasis kearifan lokal seperti ini, pemerintah menunjukkan bahwa edukasi pajak tak harus dilakukan dengan cara kaku. Justru dengan menghormati nilai budaya dan merangkul identitas lokal, kesadaran masyarakat dapat tumbuh secara alami dan menyentuh hati.
Warga pun menyambut baik inisiatif ini. Mereka merasa dihargai bukan hanya sebagai pembayar pajak, tetapi juga sebagai penjaga budaya dan pelaku aktif pembangunan.
Langkah Kecil, Dampak Besar
Langkah kreatif di Kelurahan Wali ini menjadi contoh inspiratif bagi wilayah lain. Ia membuktikan bahwa pengelolaan pajak yang humanis dan berbasis lokal mampu menciptakan dampak yang lebih dalam daripada sekadar peningkatan angka penerimaan.
Melalui suara gong yang menggema dari Mbaru Gendang, Manggarai tidak hanya mengumpulkan pajak, tetapi juga menghidupkan semangat kolektivitas, cinta tanah air, dan harapan akan masa depan yang lebih cerah.
Penulis:Piter Bota