masukkan script iklan disini
Manggarai Timur, Berita1.Info– Nestapa menghantui keluarga Rukan Hadi (58) di Gongger, Desa Satar Punda Barat, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur. Rumah permanen milik mereka nyaris rata dengan tanah setelah diterjang hujan deras dan banjir, meninggalkan pasangan Hadi dan istrinya, Weltrudis Dustara, serta anak-anak mereka, terpaksa mengungsi di gubuk reyot.
Yang lebih menyakitkan, bencana ini bukan baru terjadi. Kerusakan parah rumah Hadi telah berlangsung sejak dua tahun terakhir, seiring dengan janji bantuan pemerintah yang tak kunjung terealisasi.
Kronologi Kerusakan: Retak Sejak 2023, Ambruk di 2024
Hadi menuturkan, tanda-tanda awal kehancuran sudah terlihat sejak tahun 2023. "Setelah hujan deras dan banjir menghantam rumah kami, sebagian dinding tembok rumah hanya terlihat retak saja," ungkap Hadi dengan nada pilu, Jumat (14/11/2025).
Kondisi itu diperparah di tahun 2024. "Dinding tembok belakang rumah kami akhirnya ambruk total," lanjutnya.
Pasca-kejadian ambruknya dinding, harapan sempat muncul. Salah satu staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Timur dikabarkan datang langsung ke lokasi.
"Staf BPBD datang mengecek langsung keberadaan rumah kami yang roboh tersebut dan menjanjikan bantuan. Namun, sampai detik ini, tidak ada tindak lanjut terkait kehadirannya," jelas Hadi, kecewa.
Terjepit Alasan Administrasi dan 'DAS'
Tak hanya BPBD, keluhan Hadi juga telah disampaikan kepada Pemerintah Desa Satar Punda Barat. Namun, respons yang didapatkan pun terasa dingin dan normatif.
"Pemerintah Desa beralasan jika rumah kami berdiri di atas DAS (Daerah Aliran Sungai), sehingga sulit untuk diperhatikan," pungkas Hadi. Alasan ini seolah memutus harapan keluarga itu mendapatkan uluran tangan segera.
Mengungsi ke Pondok, Menanti Aksi Kongkret
Kondisi rumah yang kini sudah tidak layak huni dan mengancam keselamatan memaksa Hadi sekeluarga mengambil keputusan drastis.
"Saat ini, untuk menghindari kekhawatiran terhadap keadaan rumah, saya bersama istri dan anak-anak terpaksa tinggal berteduh di pondok," tuturnya.
Di tengah ketidakpastian dan kedinginan pondok, Hadi hanya bisa menyampaikan permohonan yang mendesak.
"Kami sekeluarga berharap ada langkah kongkret Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur melalui dinas terkait untuk segera melihat dan merespon keadaan serta keluhan kami," tutup Hadi.
Kisah pilu keluarga Hadi ini menjadi sorotan tajam bagi Pemerintah Daerah Manggarai Timur. Warga kini menanti, apakah janji bantuan BPBD akan benar-benar direalisasikan, ataukah alasan administratif seperti 'DAS' akan terus menjadi tembok penghalang bagi mereka yang tertimpa bencana.
Wartawan: Piter Bota


