• Jelajahi

    Copyright © Berita 1
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    OPINI | Retensi Arsip: Dari Tumpukan Sampah Menjadi Simpul Sejarah dan Legalitas

    Kamis, 05 Juni 2025, Juni 05, 2025 WIB Last Updated 2025-06-05T02:56:49Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


















    Oleh: Konstantinus Hati, S.ST., M.Kes.

    Kepala Bidang Pengembangan dan Sistem Jaringan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai


    Di tengah rutinitas birokrasi yang sarat dokumen, arsip sering dipandang sebagai beban. Tumpukan map di sudut ruangan, bundelan kertas di rak tua, hingga berkas usang yang tak pernah lagi dibuka. Sayangnya, tidak banyak yang menyadari bahwa di balik ‘sampah administratif’ itu, tersimpan jejak legal dan sejarah yang bisa menentukan nasib sebuah lembaga bahkan sebuah bangsa.


    Retensi arsip, dalam konteks ini, bukan sekadar strategi pengurangan dokumen. Ia adalah sebuah upaya penyelamatan nilai. Arsip bukan benda mati; ia hidup dalam konteks. Selama masih memiliki nilai guna hukum, administratif, sejarah, atau ilmiah arsip adalah aset. Namun ketika nilainya habis, dan telah dinilai serta ditetapkan melalui Jadwal Retensi Arsip (JRA), maka ia berhak untuk dimusnahkan secara sah dan bertanggung jawab.


    Sebaliknya, sebagian arsip harus dipermanenkan karena mengandung nilai vital dan tak tergantikan. Di sinilah urgensi akuisisi dan digitalisasi muncul. Sayangnya, dalam praktiknya, arsip sering dibiarkan menumpuk, terlupakan, bahkan terbakar tanpa jejak karena minimnya perhatian dan anggaran. Padahal, saat bencana atau perkara hukum terjadi, arsip yang dulu dianggap tak penting bisa menjadi satu-satunya penyelamat.


    Kita butuh paradigma baru: memandang arsip sebagai bagian dari tata kelola yang berkelanjutan, bukan sebagai limbah birokrasi. Perlindungan arsip memerlukan profesionalisme: pembinaan, monitoring, evaluasi, hingga formasi arsiparis yang kompeten. Tanpa itu, pengelolaan arsip hanya akan jadi formalitas tanpa makna.


    Digitalisasi menjadi solusi visioner. Namun tidak semua arsip harus didigitalisasi. Pilah, pilih, dan pastikan yang dipindai adalah arsip permanen dan vital. Serta, jangan sekali-kali menggantungkan penyimpanan pada platform umum seperti Google Drive. Arsip adalah identitas dan rahasia negara. Ia mesti dijaga, tidak sekadar disimpan.


    Retensi arsip bukan hanya tentang menyortir masa lalu, tetapi juga memastikan bahwa masa depan memiliki pijakan yang sah dan terverifikasi. Kearsipan adalah soal tanggung jawab antargenerasi. Apa yang kita arsipkan atau musnahkan hari ini akan memengaruhi bagaimana sejarah dan hukum dipahami esok.


    Semoga setiap lembaga mulai menyadari: menjaga arsip adalah menjaga integritas dan kredibilitas. Dan semoga retensi arsip tidak lagi dianggap sebagai kerja teknis belaka, melainkan sebagai komitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan bangsa.










    Komentar

    Tampilkan

    Terkini